Akademisi dan Jurnalis Senior Mengapresiasi Buku “Perempuan Penyembah Malaikat”
Foto saat diskusi dan beda buku berlangsung di pantai Wokimanor, Nabire, pada Sabtu (3/2). Foto: Kotouki–Gercen
Akademisi dan Pegiat Khusus Orang Asli Felix Degei mengapresiasi Buku “Perempuan Penyembah Malaikat yang ditulis oleh Bastian Topilus Tebai. Selain menulis, Bastian berprofesi sebagai pengajar di SMP YPPK St. Fransiscus Asisi Moanemani, Dogiai, menerbitkan buku yang ke empat: tiga buku kumpulan cerpen dan satu lagi buku cerita dongeng berasal dari Dogiai. Degei mengatakan bahwa secara teoritik, syarat-syarat dalam penulisan cerpen fiktif telah terpenuhi. Mulai dari ciri-ciri, struktur, judul, temah, dan sebagainya.
“Karya Bastian Tebai telah terpehuni semua. Ia memperhatikannya dengan baik dalam penulisan. Termasuk kurang dari sama dengan 10 ribu kata, dalam satu karya cerpen. Itu cerdas,” jelas Degei saat membeda buku tersebut pada 3 Februari 2024 di Taman Wokimanor, Nabire, Papua Tengah.
Selain Akademisi, para pembeda buku lainnya adalah jurnalis Senior Markus You (Pimred suara Papua) dan jurnalis Perempuan Papua Theresia F Tekege juga turut mengapresiasinya. “Dengan Adanya buku ini, anak-anak muda sekarang harus merasa tertantang untuk menulis.” Ajak Theresia. Lalu lanjut Markus You bahwa dongeng, cerita rakyat, atau apa saja bisa dijadikan tulisan, bila anda bingung mau mulai darimana. “Ini penting. Sebab cerita dongen dan rakyat itu terancam hilang akibat perubahan saman. Ini kalau tidak dihidupkan dengan tulisan, makan tamat cerita ini di generasi orang tua saja,” terang You tengah mengajak anak mudah, perempuan papua harus menulis.
Acara yang bertajuk Diskusi dan Beda Buku: Perempuan penyembah Malaikat yang dimoderatori oleh Ketua Kamar Adat Papua (KAP) Dogiai, Arnoldus Douw itu dibuka secara simbolis oleh ketua Komunitas Sastra Papua (KoSaPa), Henky Yeimo, pada pukul 18.15 WIT.
Pembicara 1: Theresia F. Tekege
Saya akan berbicara soal buku ini: Dari judulnya ini, mengapa begitu? Dari yang saya baca, saya menyimpulkan bahwa judul ini diambil dari dari semua cerita yang menguraikan tentang perempuan.
Dari setiap cerita yang diuraikan, satu kesan yang dapat saya utarakan disini yaitu dalam suka duka kehidupan selalu diawali dengan doa. Itu pertama.
Dibagian 6, dia bercerita tentang perempuan yang selalu bercermin. Samping itu ada malaikat santo Mikael. Si perempuan itu selalu bercermin dan berdoa sebelum beraktivitas.
Bagian pertama, Ia bercerita tentang seorang anak yang kuliah di Jawa, Yogyakarta. Bapanya terpaksa harus menjual tanah untuk biaya pengobatan anaknya yang sakit di Yogyakarta. Biayanya 40 juta.
Ternyata, setelah menjual tanah, mengirimkan uang ke Yogyakarta, lantas anaknya tidka terselamatkan. Ia merugi dua kali lipat.
Lantas pelajaran dari cerita pertama ini, disisi lain, mengingatkan kita tentang pentingnyan kesehatan.
Cerita ke dua dan selanjutnya adalah Ia menceritakan tentang perempuan.
Cerita kedua, Ia bercerita tentang seorang perempuan yang dibesarkan bersama Ayah dan Ibu tirinya. Tentu sebagai perempuan yang di Nomer duakan, Ia juga tidak diterima secara kasih sayang secara penuh oleh ibu tirinya.
Pada akhirnya Ia justru dibanggakan oleh keluarg, bapaknya, ketimbang dua saudara lelakinya. Keterampilan untuk berkebun, justru memberikan keindahan dan membrikan kehidupan untuk keluarganya. Termasuk Ia menjamin untuk suami, dan orang tuanya.
Satu hal, Ia selalu mengawali dengan doa. Ia mendapatkan jodoh yang justru tentu dapat membagi peran untuk pekerjaan yang selama ini Ia kerjakan selama ini. Secara diam-diam Si laki2 itu mengerjakan pagar yang roboh dan menggantikan yang rapuh.
Tentu Ia dikejutkan dengan perbuatan itu. Lantas Ia dikagetkan keberadaan itu di rumah. Ia diminang dengan syarat yang diberikan oleh perempuan itu, bahwasannya terima saya secara adat, agama, dan punya rumah, dan ternak. Lelaki itu menyanggupinya.
Permintaan terkahir adalah perempuan itu meminta untuk tidak membedakan anak laki-laki dan perempuan. Si lelaki itu mengiyakan bahwa Ia sependapat dengan itu.
Saya mau bilang bahwa sudah saatnya hargai dan hormati perempuan. Apa lagi perempuan, juga seorang penulis. Sebab seorang penulis akan mengorekan penanya dengan penuh perhatian, mengelolah konflik dengan melibatkan perasaan. Sehingga mari, kita sama-sama mendorong semua perempuan yang tergerak untuk menulis, menghargai karya-karyanya.
Sampai saat ini juga banyak banyak perempuan-perempuan yang menulis. Penulis novel terbanyak asal papua juga seorang perempuan (Aprilia Wayar).
Felix Degei (Dosen dan Akademisi)
Di hari selasa, malam, saya di WA dan ditanyai posisi saya apakah di nabire atau tidak? Ternyata sang penulis buku ini WA saya meminta saya untuk menjadi pembeda, Saya mengiyakn.
Saya akan membeda dari dua perspektif. Pertama, Pengantar pegiat khusus orang asli.
Silahkan kita berkarya dengan cara yang kita bisa. Dengan apa pun.
Karena diaborigin itu mereka biasa mengskpresikan dengan apa pun yang mereka rasa bisa, tentang mereka alami.
Lalu di selandia baru, Maori, juga mengekspresikan dengan cara oral. Sama juga dengan Indian. Lalu jepang, mereka suka mengekspresikan dengan music-musik instrument.
Lalu buku yang sedang kita bicarakan ini juga bastian mengkespresikan tantang apa yang ia lihat, mengalami dan merasahkan, lewat karya non fiksi ini.
Kelebihan dari cerpen ini adalah karya fisik ini, tentu terhindar dari perlakukan represif, ketimbang, karya ilmiah.
Saya lihat dari pedoman penulisan, balai pedoman Bahasa Indonesia, ada 7 cerpen terbaik disana. 7 karya itu semua dituliskan oleh Bastian T Tebai.
Ciri-cirinya: 1) Singkat dibaca; 2) Ceritanya tunggal; 3) waktu, latar, tempat, tidak jelas; 4) Tidak bertele-tele. Contoh: Lelaki Pemberani; 5) Kajiannya Khusus; 6) sumbernya fiktif; 7) semua cerpen ini kurang dari sama dengan 10.000 kata.
Karya-karya cerpen Bastian B Tebai ini telah terpenuhi karya-karya diatas. Sebab saya sudah baca dan sebagai akademisi telah amati setiap cerpen yang ada didalam buku ini.
Dari Thema: pertama, tentang social, bagaimana hubungan manusia dengan manusia lainnya, tentang komunikasi, dan seterusnya, kemudian, tentang jasmani, ketuhanan, kegeoisan, lain-lain.
Kemudian gaya bahasanya setara.
Dari struktur cerpen,
Pertama, orientasi: bagian awal diceritakan tentang latar cerita, maksud, dan capaiannya.
Kedua, tentang kompleksitas permasalahannya.
Ketiga, resoluasi: jalan keluarnnya apa? Bagaimana endingnya dan apa yang bisa diambil untuk perbaikan kehidupan selanjutnya.
Berdasarkan struktur ini, bastian memenuhi struktur ini.
Dari judul:
Secara akademis, ada dua hal yang perlu dibahas secara intensif. Pertama, dari judul, banyak orang mengira bahwa buku ini tentang perempuan, karena judulnya seperti itu. Padahal tidak. Pembahasan mengundang banyak unsur: tentang ekonomi, politik, social, budaya, dan lainnya.
Pertama, Tidak menjelaskan endingnya di awal.
Kedua, jangan terlalu panjang, semua cerpen ini kurang dari 10 ribu kata.
Ketiga, judulnya Ia menggambarkan keseluruhan isi.
Kritikan saya, cerpen ini tidak hanya menceritakan tentang perempuan. Lantas orang melihat judul lalu menyipulkan bahwa ini cerita entang perempuan, dan diharuskan perempuan harus bicara. Atau tentang perempuan yang dekat dengan malaikat.
Padahal tidak, beberapa hal yang dibahas: soal patrilinear, suka-duka hidup, dan realitas social.
Keempat, judulnya harus bikin kepo, dan mewakili semua cerpen.
Kelima, jangan berbau sarah. Jangan menjatuhkan orang.
Oleh karena itu saya mau bilang bahwa “jangan membeli buku karena lihat cover. Lihat dulu dong isinya.” Dengan begitu kita tidak salah menyimpulkan buku bahwasannya apa yang dibahas.
Kritikan berikutnya, Judulnya anomaly itu bagus. Perubahan sikap, perilaku, karakter dari waktu, ke waktu, tahun ke tahun, itu bagus. Dari pada judul buku diwakili oleh judul salah satu cerpen.
Kemudian, penggunaan Bahasa, ada satu karya yang penulis menggunakan dialek Papua. Anda boleh saja menggunakan dialek Papua, Bahasa yang baku, atau Bahasa daerah. Tetapi baiknya bila sejak karya pertama sudah menggunakan Bahasa yang baku, baiknya tidak mengecualikan satu karya pun didalam buku ini.
Markus You:
Saya tidak membahas banyak hal dari buku ini. Tetapi saya mau memberikan apresiasi terhadap bukunya. Penulis paling keren dalam penulisannya. Dia punya cara menulis itu saya sebagai senior mengakuinya sejak SMA di Adhi Luhur. Saat itu Bastian juga bagian dari Majalah Selangka.
Cara menulis karya fiksi ini, untuk anak Papua, saya mengakuinya.
Ia selama kuliah di Yogyakarta, Ia masih aktif menulis, mengedit tulisan-tulisan dari kawan-kawannya, dan masih aktif dalam dunia penulisan. Salah satu ciri khas yang nampak di Majalah Selangka itu cerpen, dan cerpen bastian Tebai paling bagus di sana.
Dan tidak salah kalau Ia menuliskan buku. Ia punya kemampuan. Dan tentu manfaatnya juga banyak: mudah dibawa, disimpan, dan memiliki; dan ini akan menjadi referensi untuk anak cucu kita di masa yang mendatang.
Dengan kesempatan ini saya mengajak anak-anak mudah untuk menulis lagi. Ceritakan apa saja. Tentang apa yang ada didepan mata, di ingatan. Menjadi penulis seperti bastian, tentu melewati proses yang panjang, dan terus menulis di hari-hari hidup. Apa pun media harus dimanfaatkan.
Itu justru akan menjadi pelajaran, referensi untuk anak-anak cucu kita.
Menulis buku jangan dulu pikirkan uang mencetak. Menulis harus menjadi motivasi utama.
Kita harus berkarya lewat apa saja. Menulis cerpen, berpuisi, prosa, dan sebagainya.
Kita yang masih ada dibawa kekuasaan yang penuh tekanan ini, hanya bisa mengungkapkan lewat kerya-karya ini: Sastra, lagu, dan sebagainya.
Karya-karya ini akan abadi selamanya. Anak cucu juga akan diperbantu mereka untuk melihat kembali situasi dan kondisi tahun-tahun sebelumnya lewat karya-karya ini. Sehingga tantangan kita hari ini, generasi kita hari ini adalah berkarya. Karya yang bermanfaat untuk banyak orang.
Kalau saya melihat beberapa tulisan ini, dia tulis dalam waktu yang berbeda, tetapi secara umum, semua karya ini saling bersingkron.
Lantas menjadi menulis itu harus cicil. Tidak harus menulis sekali, semua, langsung selesai. Sehingga semua tulisan ini, mengajak kita juga untuk pentingnya menulis, dengan cara menyicil.
Menulis cerpen itu bebas. Dan cerpen yang fiksi, tentu akan terhindar dari represif yang langsung. Sangat sulit menemukan alasan-alasan khusus untuk membatasi buku-buku fiksi, ketimbang karya ilmiah, buku-buku ilmiah.
Dengan hadirnya buku-buku fiksi oleh Bastian Tebai ini memacuh kita untuk bersemangat untuk menulis lagi. Saya berharap dengan adanya buku ini semoga ada satu dua orang penulis produktif lagi akan muncul.
Karena tidak bisa kita berharap orang lain akan menuliskan. Ada juga, itu fersi mereka. Lalu membuat kita protesi karena karyanya miring dengan dengan realitas, atau perasaan orang Papua. Lalu pertanyaannya kenapa kita tidak menulis?
Masih banyak cerita-cerita yang bisa diolah oleh anak-anak muda. Sumbernya banyak, dongeng (teta), anek dot, dan seterusnya. Ini bisa dijadikan karya yang hidup dengan menuliskannya rapih. Karena dongen-dongen ini ditantang akan hilang oleh perubahan saman dan moderenisasi. Sehingga saya harap anak-anak muda harus merasa ditantang oleh hadirnya buku Perempuan Penyembah Malaikat dan karya-karya sastra yang lainnya.
Sesi bertanya: 1 (tiga orang)
1, Lince Kegu: Apa kah dukungan yang didapatkan oleh perempuan dalam dunia menulis sama dengan laki-laki atau tidak? Lalu situasinya bagaimana? Seperti apa?
2. Mis Murib: Apa pesan dari Pak Felix Degei untuk kami konteksnya dengan diskusi kita saat ini?
3, Amison Pigome: Mengapa sampai perempuan itu penyembah malaikat, tetapi salah pilih jodoh?
Jawab Pembeda
Thresia:
Kalau perspektif umunya, sampai hari ini laki-laki masih banyak mendominasi, bahkan mendapatkan keuntungan didalam urusan-urusan public.
Ketika perempuan berkarya dalam dunia menulis, tentu banyak batasan. Mulai dari hubungan relasi, selalu ada batasan. Apa lagi berkeluarga, tantangan untuk seorang jurnalis itu sangat besar. Karena jurnalis harus beraktivitas lebih banyak diluar rumah, dan membutuhkan waktu untuk meliput berita, mengelolah datan, menuliskannya, dan seterusnya.
Kalau mendapatkan dukungan, sa pikeir pasti ada, selama saya berkarir di dunia jurnalistik. Tetapi secara umum dominasi laki-laki itu selalu ada dalam urusan-urusan tertentu. Dukungan itu berupa, motivasi, karya kami di hargai dengan mempublikasinya, melibatkan kami dalam pelatihan, dan sebagainya.
Kemudian, perempuan juga harus terbuka kepada orang lain, dengan keluarga, pasangan hidup, sehingga dengan begitu kita bisa rebut dukungan sedikit demi sedikit.
Felix Degei
Yang pertama dari Kegou, perlakuan yang berbeda, dan persepsi yang sudah lama ada dalam budaya, terkesan sampai hari ini ada perlakukan yang berbeda terhadap perempuan, padahal ada kesetaraan gender.
Tugas utama perempuan adalah meyakinkan. Laki-laki sebagai penerus gen, merga, itu sudah ada. Dan itu mempengaruhi peran perempuan dalam berkarya. Tetapi paling penting adalah menunjukan kepada dunia bahwa perempuan punya kemampuan, dan bisa berkarya, dengan keterampilan, dengan loyalitas, dengan kesetiaan kita, dengan begitu kita mendapatkan kepercayaan bahwasannya penghargaan terhadap manusia itu tidak dilihat dari gendernya, tetapi kemampuan dan kesetiannya dalam berkarya.
Untuk penanya kedua, ceritakanlah, suarakan lah, lukiskalah dengan caramu sendiri, dengan memanfaatkan kemampuanmu.
Untuk penanya ketiga, ini berkaitannya dengan kebiasaan. Secara psikologis, cara memberikan penilaian terhadap sesuatu, laki-laki selalu menggunakan pikiran. Sementara perempuan menggunakan perasaan. Ini memang kondrati kita manusia. Perempuan selalu mengukur sesuatu pada kenyamanan. Ia tidak akan merasa kenyamanan pada sesuatu yang pemberian harap palsu. Apa lagi yang Ia terusik secara pikiran dan perasaan.
Markus You
Mengekspresikan sesuatu, jiwa itu tidak dibatasi. Perempuan wartawan Papua itu banyak. Khusus unutk perempuan, menulis tidak dibatasi. Mau jadi wartawan, penulis lepas, dan sebagainya. Anda bebas untuk melakukan.
Contoh: Suara Papua, kami terima perempuan 3 dari semua wartawan yang kami rekrut pada 2019. Dari 3 orang itu 1 mengundurkan diri. Lalu 1 lagi mengundurkan diri karena menjadi CPNS di Paniai. Yang betahan hanya satu saja, sampai hari ini.
Perempuan tidak dibatasi dalam dunia menulis. Tetapi kembali kepada masing-masing orang punya kemampuan mengelolah emosi dan konflik dalam dirinya, dan permasalahan yang dipengaruhi dari lingkungan. Hanya itu saja.
Saya bicara ini berdasarkan pengalaman merekrut perempuan di atas, di suarapapua
Satu lagi, untuk yang sudah berkeluarga, harus saling mendukung. Sudah saatnya kita hilangkan perasaan cemburu dan menimbulkan masalah. Itu akan berdampak pada kehilangan pekerjaan, terkhusus kawan-kawan yang berkarya di dunia menulis, apa lagi wartawan.
Sesi ke 2:
Lince Kegou Menyangga
Apa yang dibicarakan oleh tresia, soal pembatasan laki-laki terhadap perempuan, dalam buku ini sudah diungkapkan.
Kemudian apa yang dijelaskan oleh pembeda kedua, sebagian besar perempuan menggunakan perasaan, itu tidak sepenuhnya benar. Sebab menggunakan perasaan dan pikiran itu berlaku untuk perempuan dan laki-laki. Tergantung dual hal ini dipergukanan dalam kondisi apa, dimana, dan konteks persoalan apa? Sebab tidak selamanya tidak selalu perempuan menggunakan perasaan toh.
Penanya ke 2: Natalia Agapa
Seperti deskripsi persoalan yang dibahas dalam cerpen ke dua dalam buku ini, bagaimana caranya kita bisa mengurangi penyakit sosial, seperti: kebiasaan main togel berjam-jam, konsumsi miras berhari-hari, dan penyakit social yang lainnya?
Theresia
Untuk anak muda, lapak baca harus perbanyak, kalau bisa sampai di kompleks. Dengan begitu, kita bisa melihat dunia luar lewat buku-buku. Saya mengajak untuk anak-anak muda harus bisa memulai dari sekarang. Harus dibudayakan. Itu untuk membentuk budaya baru, membatasi budaya lama, dan terhenti di generi ini saja. Jangan lagi terwarisi kepada generasi berikut. Hal ini bisa kita lakukan dari kita sendiri.
Kemudian, buka kelas-kelas belajar untuk anak-anak. Lalu membuat nonton bersama, atau cerita2 atau kegiatan yang produktif, dimulai dari satu dua orang, dari kompleks, dan seterusnya.
Saya mengajak untuk kita sama-sama terus memikirkan untuk atasi ini.
Felix
Penyakit social ini satu paket dengan pemekaran. Pemekaran ini memperdekat dengan akses public. Tetapi ada juga pendekatan yang negatif. Ini terjadi secara tersistematis dan structural. Siapa aktornya? Kita tidak tahu.
Kedua, melawan keinginan dari diri sendiri. Bagaimana harsrat dan keinginan lebih terkontrol penggunaannya untuk yang bemanfaat.
Orang Papua di meepago mesti sadar dan kembali kepada filosifi hidup orang Mee, “Dou, Gai, Ekowai” itu bisa dijadikan falsafa hidup, pandangan hidup, dan itu menjadi pandangan awal sebelum kita melangka keluar dari rumah. Saya terpikir itu ketika ada pernyataan tersebut.
Abet You
Menurut saya, untuk mengatasi persoalan penyakit social, paling kurang saya lakukan dimulai dari diri saya sendiri. Saya selalu menghindar dari hal-hal itu. Saya memberi contoh untuk diri saya sendiri.
Mengapa barang-barang itu cepat? Bisa terjadi karena satu tambah satu menjadi sama-sama pemabuk, sama-sama togel, dan seterusnya. Lalu, miras ada dimana-mana, togel dimana, karena banyak pelaku disana. Kalau tidak ada, tidak mungkin.
Lalu, saya sering bermain-main dengan anak-anak di komplek. Tidak hanya saya punya akan sendiri. Di kompleks.
Di Deiyai pernah ada suiping, ada tim pemberantas, tetapi sama saja. Ini Mesti harus dievaluasi.
Pertandingan kehidupan ini berat. Kedua kelompok bertanding, tra bisa menang hanya dengan diperankan oleh striker atau kipper.
Mari kita mainkan peranan ini secara bersama-sama, dengan posisi dan perannya masing-masing.
Anda punya hak untuk menjadi penulis, puitis, penyanyi, dan seterusnya. Apa yang anda bisa lakukan, silahkan persembahkan karyanya untuk kehidupan.
Closing Statement
Theresia Tekege
Jaga saya seperti ko jaga tanah Papua.
Hargai Saya seperti Ko hargai tanah Papua.
Hormati Saya seperti Ko hormati Tanah Papua.
Mari! Kita sama-sama jaga tanah ini.
Kemudian, saya juga mengajak perempuan Papua untuk berkarya juga dalam dunia menulis, untuk tanah ini, bangsa ini, juga untuk kehidupan.
Felix Degei
Pembicara kedua, felix dengan memberikan sikap penutupnya dengan membacakan beberapa paragraph menarik dari salah satu cerpen Bastian Tebai yang berjudul: Doa Ibu Pertiwi di halaman 99-100.
Markus You
Kita hidup dalam banyak masalah. Dari dulu. Dibawa langit ketertindasan. Kita harus lawan dengan sikap dan ambil peran masing-masing. Kita harus bikin perubahan, kita harus mengambil peran ini. Menjadi penulis.*
Notulis: Jhon Gobai
Editor: Jheck Wallo