Di HUT Noken ke 11, Mama-Mama Penjual Noken: “Dunia akan melihat orang Papua dari Sisi kulit hitamnya saja Sepanjang OAP Tidak Merajut Noken”

Nabire, GerbangCendrawasih.Com—Mama-mama Pengrajut dan penjual noken menyampaikan bahwa sepanjang orang Papua tidak memproduksi Noken dan sepanjang tidak go internasional, sepanjang itu pula orang Papua akan dilihat dari sisi kulit hitamnya Saja. Hal itu disampaikan oleh salah satu pengrajut dan penjual noken, Mama Herlina Kotouki, dalam diskusi yang bertajuk “Noken Di Erah Moderenisasi” yang dibikin oleh Solidaritas Perempuan Bersatu dalam rangka peringati Hari Noken sedunia yang ke – 11 tahun, di taman Wokimanor di Pantai Nabire, pada Senin (04/12), sore.

Ditengah diskusi yang dihadiri oleh mama-mama pengrajut noken, dan sejumlah Organisasi serta individu itu, mewakili semua pengrajut dan penjual noken, perempuan asal Deiyai itu juga menyampaikan sejumlah keluhan yang menjadi penghambat dalam memproduksi noken juga dalam urusan pemasaran.

Dengan kondisi berjualan di emparan sepanjang pertokohan Pasar Oyehe, Depan Bandara, juga di kapal, atau di pinggir-pinggir jalan, Ia bersaksi bahwa tentu mengundang banyak komentar dari orang. Ia sendiri pernah mendengarkan cibiran-cibiran dari orang bawah ‘mereka tra capek kah? Trada pekerjaan lain kah!’ “Terkadang ada uangkapan semacam itu,” jelasnya.

“Tetapi kami merasa tidak capek dengan pekerjaan ini,” tegas Mama Kotouki bahwa, “Ini sumber penghasilan kami”.

Hasil jualan dari noken itu, menurutnya, sangat bermanfaatnya. Kotouki bersaksi bahwa dari hasil jualan itu Ia dapat ikut membiayai adik perempuan yang sekolah pilot hingga tamat.

“Saya juga selesaikan pendidikan tahap sarjana dari hasil merajut dan menjual noken.” Jelas Ibu Guru Agama itu.

Alumnus Sekolah Tinggi Teologia Arastamar itu juga menceritakan perjuangan mama-mama pengrajut dan penjual noken untuk mendirikan Koperasi Yagamoudo Agiya Papua (Perempuan Noken Papua). Koperasi ini sunggu dibangun oleh mama-mama penjual noken sendiri.

“Mereka [mama-mama penjual] kumpul 20 ribu perhari. Lalu kami dirikan Koperasi ini dengan modal 5 juta. Koperasi ini Baru berjalan satu tahun.” Terangnya.

Kotouki yang juga ketuai Koperasi Yagamoudo Agiya Papua mengungkapkan bahwa Perempuan asli Papua sangat sedikit yang berkecipung di dunia merajut dan menjual noken. Sehingga Ia mengajak kepada semua perempuan, terutama anak-anak muda untuk ikut terlibat. “Jangan malu. Noken itu mama. Sumbernya dari tanah ini. Manfaat dari Noken juga banyak. Tentunya untuk kehidupan. Sehingga kita hasilkan 1 noken, sama dengan menciptakan kehidupan untuk Papua.” Tegasnya.

“Kami juga berharap,” lanjut mama Kotouki, “Laki-laki Papua harus mendukung perempuan Papua yang mau berjualan. Jangan menjadi penghambat karena alasan menjaga anak dan sebagainya.”

Mama-Mama penjual noken juga mengalami kesulitan di sisi pemasasaran. Menurut Kotouki, pemasaran ini yang menjadi kendala bagi mereka. Sehingga mereka membutuhkan dorongan dan pengetahuan, terutama manajemen keuangan.

“Kami tahunya hari ini jual, hari itu juga terpakai habis. Jadi khusus manajemen keuangan ini kami butuh pelatihan tambahan.” Terang pendiri koperasi Yagamougo Agiya Papua itu agar aspirasi ini didengar oleh peremintah dan lembaga terkait yang lain.

Mama-mama penjual Noken juga bermimpi bahwa, lanjut Mama Kotouki, suatu saat produk noken harus dikenal di Pasar Internasional. “Maka bimbing lah kami, tunjukan jalan, agar kami bisa go internasional dibawa panji Noken itu mama”. Tegasnya, menutup sesi diskusinya.

Reporter:
Jheck Wallo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *